Wednesday, May 15, 2019

Kesalahan Penyampaian Materi Wawasan Wiyata Mandala di Sekolah saat MPLS (MOS)

Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman. Pengalaman dua kali mengikuti MPLS (waktu itu masih bernama MOS = Masa Orientasi Siswa), dan tiga kali mengikuti tahapan Ospek (Orientasi dan Pengenalan Kampus). Ospek yang dimaksud adalah PK2 (Pengenalan Kehidupan Kampus) Universitas, PK2 Lanjutan Universitas, dan Ospek Program Studi.

Berdasarkan pengalaman tersebut, yang paling janggal bagi saya pribadi selaku siswa (peserta MOS/MPLS) adalah materi Wawasan Wiyata Mandala. Biasanya, materi ini disampaikan oleh guru. Tapi yang dijelaskan sekadar materi teoritis.

Seharusnya, materi yang diberikan adalah materi aplikatif. Mengingat, kegiatan MPLS atau MOS adalah upaya untuk mengenalkan siswa baru terhadap lingkungan sekolahnya yang baru. Jika yang diberikan sekadar teori, maka kegiatan tersebut bisa dikatakan tidak berhasil. Terlebih, untuk materi Wawasan Wiyata Mandala.

Jika yang diberikan hanyalah pengertian wawasan wiyata mandala siswa baru tidak akan bisa mencerna dan menerapkannya. Toh materi wawasan wiyata mandala tidak mungkin muncul ujian teorinya. Tapi yang dibutuhkan adalah aplikasi dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Berikut ini beberapa kesalahan penyampaian materi Wawasan Wiyata Mandala yang mungkin terjadi di sekolah:

Hanya Diberikan Teori

Dalam sebuah MPLS atau MOS, selalu ada materi Wawasan Wiyata Mandala. Acapkali, guru menyampaikan materi itu berdasarkan penertian yang ada di Buku Panduan MPLS yang sudah disusun oleh sekolah (biasanya kesiswaan dan kurikulum). 

Guru selaku pemateri Wawasan Wiyata Mandala hendaknya memahami betul apa itu Wawasan Wiyata Mandala. Apakah sekadar wawasan atau pengetahuan, apa saja yang harus disampaikan kepada siswa agara wawasan tersebut bisa tertanam dalam diri siswa. Khususnya siswa baru yang harus mengenal lingkungannya dengan baik.

Contoh yang Jauh

Materi wawasan wiyata mandala diberikan agar siswa bisa dengan cepat mengenal lingkungannya. BAik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. MPLS atau MOS biasanya berlangsung selama tiga samapi enam hari. Dalam waktu yang sesingkat itu, diharapkan siswa bisa mengenal lingkungan barunya.

Nah, biasanya pemateri Wawasan Wiyata Mandala kekurangan contoh dalam menjelaskan teorinya. Padahal contoh-contoh yang harus digunakan harusnya yang memang langsung bersinggungan dengan lingkungan sekolah. Jangan terlalu jauh dengan masyarakat di rumah atau di luar lingkungan sekolah.

Misalnya, contoh yang bisa digunakan di sekolah saat penyampaian materi Wawasan Wiyata Mandala adalah: siswa harus mengenal letak gudang peralatan olahraga, agar bisa mengetahui, mengenal, dan mencintainya. Dengan demikian bisa memanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk pengembangan diri.

Tidak Diterapkan

Untuk kesalahan ini, bukan hanya terjadi saat penyampaian materi wawasan wiyata mandala, tapi hasil dari seluruh rangkaian kegaitan MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Harapan akhirnya tentu mengenal lingkungan sekolahnya secara keseluruhan.  Tapi, tidak sedikit (lagi-lagi berdasarkan pengalaman masa lalu) bahwa yang banyak disampaikan saat kegiatan MPLS adalah kegiatan main-main.

Memang, banyak sekali permainan yang digunakan untuk menyampaikan materi. Yang menjadi masalah, permainan-permaian itu menjadi sebatas permainan saja. Tidak ada evaluasi permateri bersama antara pemateri (panitia pengurus osis) dengan peserta MPLS/MOS yang merupakan siswa baru.


Demikian opini singkat tentang penerapan kegiatan MPLS khususnya tentang materi Wawasan Wiyata Mandala di sekolah.